Selasa, 20 April 2010

Numpang saja pada Allah

Dalam mengarungi perjalanan spiritual yang maha luas tak terbatas, kita memerlukan energi yang begitu besar. Karena perjalanan yang demikian panjang, bahkan tiada batas akhirnya. Karena memang kita menuju pada Dzat yang tidak berbatas. Jangankan di dunia, di akherat pun perjalanan ini akan masih terus dilanjutkan.

Dua macam parjalanan

Di dalam khazanah para spiritualis muslim, terdapat banyak cara yang digunakan dalam perjalanan ini. Ada cara yang aktif, yang mana ini adalah yang paling banyak dipakai dalam kenyataan sehari-hari. Dan cara yang pasif, dimana ini adalah cara yang nampaknya kurang populer pada saat saat sekarang ini.

Metode yang aktif

Inilah metode yang paling banyak dipakai. Banyak kita saksikan pada masa sekarang ini majelis-majelis dzikir yang ramai yang sangat banyak jamaahnya dengan menggunakan cara yang aktif. Yakni dengan membaca kalimat-kalimat thoyyibah dengan suara keras secara serentak.

Metode pasif

Inilah metode yang paling mudah dan ringan untuk dilakukan. Karena di sini kita tidak melakukan apa-apa sama sekali. Kita tidak membaca kalimat apa-apa. Tapi justru di tengah-tengah perjalanan secara otomatis mulut ini berdzikir sendiri membaca kalimat thoyyibah secara mengalir begitu saja tanpa ada kehendak dulu di dalam hati. Semua ini terjadi karena kesambungan yang kuat kepada Allah. Hati sudah connect dengan Allah, sehingga menimbulkan reaksi spontan berupa dzikir-dzikir yang serba otomatis.
Kita hanya mengingat Allah dengan tadhorru', tawadhu' di dalam hati, dengan kepala yang menunduk di hadapan Allah. Dengan kondisi tubuh serileks mungkin. Tidak ada ketegangan sama sekali. Nglimpruk, semeleh, nyantai. Seperti orang yang melamunkan sesuatu dengan ringan saja.

Numpang saja pada Allah

Pekerjaan paling enak adalah numpang. Ketika kita ingin pergi kemana saja, bila tak punya kendaraan, maka yang paling enak adalah numpang pada orang lain. Begitu pun juga dalam perjalanan menuju kepada Allah. Tapi dalam hal ini kita tidak menumpang pada kendaraan orang lain. Tetapi kita menumpang kepada kendaraan Allah, yakni kendaraan yang sudah dipersiapkan oleh Allah berupa bimbingan/hidayah, sambutan/ijabah, pertolongan/nashr yang bakal diberikan asalkan kita benar dalam menyerahkan diri pada Beliau.


Praktek



Luruskan pikiran menghadap kepada Allah. Dengan hati yang tertunduk dalam. Makin dalam, makin dalam, dan semakin dalam hati menunduk, merendah kepada Beliau. Teruskan rasa menunduk, rasa merendah ini sampai pada akhirnya ada sambutan dari Beliau, berupa dzikir yang otomatis dan terus-menerus. Akan ada dorongan-dorongan Allah untuk melakukan sesuatu. Energi hidayah pun datang. Dan tinggal.............numpang saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar